Inilah Sejarah Gunung Bongkok dan Legenda Jonggrang Kalapitung di Purwakarta
Sejarah

Inilah Sejarah Gunung Bongkok dan Legenda Jonggrang Kalapitung di Purwakarta

Hai Kamu Urang Purwakarta Terbaik! Dilansir dari laman portal.pariwisata.purwakartakab.go.id, bahwa Purwakarta memiliki keindahan alam yang menjadi daya tarik wisata, salah satunya adalah Gunung Bongkok. Gunung Bongkok merupakan salah satu gunung yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Gunung ini memiliki ketinggian 975 mdpl dan menjadi salah satu destinasi pendakian favorit, terutama bagi para pendaki pemula. Lalu bagaimana sejarahnya Gunung Bongkok? Sejarah Gunung Bongkok Dikutip dari kumparan.com, Gunung Bongkok memiliki nama yang berasal dari bentuknya yang melengkung ke arah utara, sehingga tampak bengkok. Gunung ini merupakan puncak tertinggi di Perbukitan Bengkok-Aseupan. Begini sejarah Gunung Bongkok Purwakarta selengkapnya. Nama "Bongkok" sendiri diambil dari bentuk gunung yang terlihat melengkung atau membungkuk dari kejauhan. Gunung ini terbentuk dari batuan andesit tua yang diperkirakan berusia jutaan tahun. Pada zaman dahulu, Gunung Bongkok dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan makhluk gaib. Hal ini membuat gunung ini dianggap sakral oleh masyarakat sekitar sampai sekarang.Legenda Jonggrang Kalapitung Salah satu legenda yang paling terkenal terkait dengan Gunung Bongkok adalah legenda tentang Jonggrang Kalapitung. Jonggrang Kalapitung digambarkan sebagai sosok raksasa yang memiliki kesaktian tinggi dan postur tubuh yang sangat besar. Konon, Jonggrang Kalapitung adalah penguasa wilayah Gunung Bongkok dan sekitarnya. Legenda ini menceritakan bahwa Jonggrang Kalapitung memiliki hobi memancing di Sungai Citarum. Suatu hari, ia melihat banyak ikan di sungai tersebut dan ingin menangkapnya. Namun, karena tubuhnya yang besar, ia kesulitan untuk membuat kail pancing. Akhirnya, ia meminta bantuan kepada manusia untuk membuatkan kail pancing raksasa. Setelah kail pancing selesai dibuat, Jonggrang Kalapitung langsung memakainya untuk memancing di Sungai Citarum. Ia berhasil mendapatkan banyak ikan, bahkan ada beberapa ikan yang berukuran sangat besar. Ikan-ikan hasil pancingannya tersebut kemudian ia jadikan makanan dan sebagian lagi ia bagikan kepada masyarakat sekitar.Saat ini, Gunung Bongkok tidak hanya dikenal karena sejarah dan legendanya, tetapi juga karena keindahan alamnya. Gunung ini menjadi salah satu destinasi wisata yang populer di Purwakarta, terutama bagi para pecinta alam dan pendaki gunung. Dari puncak Gunung Bongkok, pengunjung dapat menikmati pemandangan yang indah, seperti Waduk Jatiluhur, Gunung Parang, dan kota Purwakarta. Gunung Bongkok Purwakarta adalah gunung yang kaya akan sejarah, legenda, dan keindahan alam. Legenda Jonggrang Kalapitung menjadi salah satu cerita rakyat yang menarik untuk diketahui dan dilestarikan. Selain itu, mitos dan kepercayaan masyarakat sekitar juga menambah daya tarik gunung ini sebagai destinasi wisata.Inilah sejarah mengenai Gunung Parang dan Legenda Jonggrang Kalapitung yang ada di Purwakarta. Semoga menjadi pelajaran dan referensi bagi kita wisatawan yang akan berkunjung ke Purwakarta, Jawa Barat. Yuk Semangat! Proud to be #urangpurwakartaSumber : purwakartakab.go.id, kumparan.com Ilustrasi : devana.net,

Ternyata Begini Sejarahnya Sepertiga Wilayah di Purwakarta Berawalan 'Ci'. Cung Atuh di Daerah Mana Tinggalnya?
Sejarah

Ternyata Begini Sejarahnya Sepertiga Wilayah di Purwakarta Berawalan 'Ci'. Cung Atuh di Daerah Mana Tinggalnya?

Hai Kamu Urang Purwakarta Terbaik! Ada 200-an Tempat yang Gunakan Awalan 'Ci'Dilansir dari merdeka.com, bahwa Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Disipusda) Kabupaten Purwakarta disipusda.purwakartakab.go.id, menjelaskan setidaknya ada ribuan tempat yang tersebar luas di kabupaten yang diapit oleh Bandung dan Karawang itu. Dari jumlah ini, sebanyak 294 atau 29 persen di antaranya mengawali namanya dengan 'C'.Beberapa contoh penggunaan 'Ci' bisa dilihat pada nama-nama berikut, seperti Cianting, Cibatu, Cibodas, Cibingbin, Ciherang, Cihideung, Cijaya, Cikadu, Cimaung, Ciracas, Citamiang, dan Ciwareng.Selanjutnya, tak sedikit juga ditemukan penggabungan kata dengan nama hewan, atau tumbuhan yang banyak ditemukan di sana.Tidak Sepenuhnya Soal AirDi Purwakarta sendiri, rupanya awalan 'Ci' tidak selalu berkaitan dengan air. Ini terbukti dengan adanya tempat yang bernama Cibeureum yang tidak selalu berarti “air berwarna merah“.Rupanya di sana merupakan daerah perbukitan dengan mayoritas tanah merah. Hal yang sama juga ada di Cibatu, yang ternyata merupakan sebuah daerah yang memiliki banyak bebatuan.Ini turut membuktikan bahwa tidak selalu penggunaan 'Ci' karena wilayah tersebut berada di perairan berupa sungai ataupun danau.Berkaitan dengan Hewan Kemudian, penggunaan awalan 'Ci' juga banyak dikaitkan dengan unsur-unsur hewan yang konon banyak ditemukan di wilayah tersebut pada masa lampau seperti Cibadak yang berada di Kecamatan Sukamukti dan Maniis.Jika ditinjau dari sejarahnya, nama Cibadak kemungkinan diambil dari wilayah Purwakarta yang dahulu banyak ditemukan hewan bercula tersebut. Ini juga terkait sejarah Situ Buleud yang dekat dengan kantor pemerintahan, di mana danau tersebut dahulu merupakan kubangan air yang jadi tempat favorit badak untuk beristirahat.Nama-nama hewan dengan awalan 'Ci' lainnya di Purwakarta di antaranya Cikidang di Kecamatan Pamoyanan dan Plered, Cikuda di Kecamatan Karyamekar dan Cibatu, Cilandak di Kecamatan Cilandak dan Cibatu sampai Cilutung di Wanakerta dan Bungursari.Kemudian ada juga Cimaung di Ciwangi dan Bungursari, Cipeucang yang masuk Kecamatan Gandasoli dan Plered hingga Cipeusing di Kecamatan Bojong Barat serta Bojong.Terkait dengan TumbuhanSelain memakai nama hewan, daerah di Purwakarta juga tak sedikit yang menyangkut tumbuhan. Ini terkait dengan daerah tersebut yang dekat dengan wilayah hutan atau tempat yang banyak ditumbuhi pepohonan.Di Kampung Ciasem, Desa Cicadas, Kecamatan Babakancikao misalnya. Sampai sekarang wilayah tersebut masih banyak dijumpai pohon-pohon asem (buah asam) yang menjadi ciri fisik di sana.Tak jauh dari Ciasem, masih ada tempat di Kecamatan Babakancikao, yang ditumbuhi banyak pohon gelam. Dari sana, tempat itu kemudian dinamai Cigelam. Serta banyak tempat lainnya yang identik dengan tumbuhan.Asal Mula Penggunaan 'Ci'Tidak ada informasi yang jelas menyebut mengapa banyak daerah di tatar Sunda yang menggunakan awalan 'Ci'.Namun, menurut catatan sejarah, orang Sunda pada masa lampau memang membangun permukiman yang dekat dengan sumber air seperti sungai atau walungan (danau).Bukan tanpa alasan, karena air merupakan sumber kehidupan di mana sungai akan mengalirkan air dar pegunungan untuk minum dan mandi, lalu menyediakan ikan dan di sekitarnya akan ditumbuhi banyak pepohonan.Penggunaan 'Ci' Agar Mudah DikenaliMerujuk jurnal Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) oleh Linda Sari Wulandari berjudul: Toponimi “Cilacap” Berdasarkan Perspektif Linguistik dan Sejarah, penggunaan istilah 'Ci' memang merujuk pada banyaknya sumber air yang tersedia di tempat tersebut seperti sungai, danau atau mata air.Namun, ia juga menemukan bahwa 'Ci' dalam perspektif linguistik bisa merujuk agar nama daerah tersebut mudah dikenali.Penggunaan istilah sekitar seperti pohon, batu, tegalan (tanah lapang) hingga gunung merupakan objek yang mudah dilihat dan disebut. Ini akan memudahkan orang-orang luar daerah datang dan mengunjungi tempat yang memakai istilah depan 'Ci'.Yuk Semangat!Proud to be #urangpurwakartaSumber : merdeka.com/Ilustrasi : guestreservations.com

Ternyata Jejak Kerajaan Saung Agung di Wanayasa Jadi Tempat Penentang Persetujuan Prabu Surawisesa dan Portugis. Cekidot Atuh!
Sejarah

Ternyata Jejak Kerajaan Saung Agung di Wanayasa Jadi Tempat Penentang Persetujuan Prabu Surawisesa dan Portugis. Cekidot Atuh!

Hai Kamu Urang Purwakarta Terbaik!Dilansir dari jabar.inews.id, bahwa Wanayasa merupakan salah satu wilayah kecamatan di Kabupaten Purwakarta yang berada di lereng Gunung Burangrang. Kecamatan ini memiliki cerita panjang dari masa ke masa sehingga wajar jika Wanayasa disebut-sebut sebagai wilayah bernilai historis tinggi.Memang tidak banyak data tertulis yang bisa didapatkan mengenai penduduk Wanayasa yang berasal dari masa Kerajaan Sunda ini. Termasuk daftar silsilah keluarga.Menurut salah seorang budayawan Kecamatan Wanayasa, Budi Rahayu Tamsyah, anggapan bahwa mereka ada di sekitar daerah Wanayasa, didasarkan kepada sumber-sumber tertulis di luar Wanayasa, yakni dua naskah kuno Carita Parahiyangan dan Bujangga Manik.Satu lagi adalah Carita Parahyangan yang bersumber pada Naskah Pangeran Wangsakerta dari Cirebon. Secara tersirat didukung pula oleh beberapa buku dan catatan yang menuturkan kisah seputar masa itu.Pada masa-masa akhir Kerajaan Sunda abad ke-16, di daerah Wanayasa sekarang diduga terdapat kerajaan wilayah bernama Saung Agung dengan rajanya Ratu Hyang Banaspati. Secara etimologis, “banaspati” mengandung arti “pohon” atau “ratu siluman di hutan”. Sedangkan kata “hyang” mengandung arti “sesuatu yang gaib” atau “dewa”.Pendapat lain mengatakan “Ratu Hyang” atau “Rahyang” adalah tingkatan gelar dalam tatanan konsep kehidupan kepercayaan Sunda lama, yang setingkat lebih tinggi dari “Datu Hiang” atau “Dahyang”. Ratu Hyang atau Rahyang setingkat lebih rendah dari Sanghyang.Budi juga menduga, Ratu Hyang Banaspati merupakan gelar kehormatan, mungkin karena ketinggian ilmunya, bagi seorang raja dari sebuah kerajaan yang dikelilingi oleh hutan bernama Saung Agung. Yang jelas, hutan tersebut berada di kawasan atau kaki Gunung Burangrang. Bukan di tempat lain. Karena pada bagian lain catatannya Bujangga Manik menyebutkan, Gunung Burangrang sebagai “tanggeran” (ciri tapal batas) wilayah Saung Agung. Noorduyns mengidentifikasi, Saung Agung berada di daerah Wanayasa sekarang. Carita Parahyangan menyebutkan, Saung Agung termasuk salah satu kerajaan wilayah yang menentang Prabu Surawisesa, penguasa Kerajaan Sunda saat itu, pengganti Prabu Jayadewata. Beberapa ahli mengidentifikasi Prabu Jawadewata ini sebagai Prabu Siliwangi. Perlawanan Ratu Hyang Banaspati bersama 15 ratu wilayah Kerajaan Sunda lainnya, bermula dari dari ketidaksetujuannya atas upaya persetujuan yang dilakukan Prabu Jawadewata dengan Portugis. Artinya, Kerajaan Saung Agung sudah ada pada masa Prabu Jayadewata atau Prabu Siliwangi. Memang pada akhirnya Ratu Hyang Banaspati bersama dengan ke-15 ratu kerajaan wilayah lainnya dapat ditundukkan oleh Prabu Surawisesa. Tapi itu tidak berarti bahwa pada saat itu Kerajaan Saung Agung lenyap sama sekali. Pasalnya, setelah peristiwa tersebut didapat keterangan, bahwa Kerajaan Saung merupakan kerajaan wilayah Tatar Sunda yang terakhir ditundukkan oleh Kerajaan Cirebon, kemudian namanya diganti menjadi Wanayasa sebagai reduplikasi dari nama daerah yang terdapat di Cirebon, juga untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda khususnya di Wanayasa. Bagaimana menurut Kangbro & Tehsist? Yuk Semangat!Proud to be #urangpurwakartaSumber : jabar.inews.id/Asep SupiandiIlustasi : panduanwisata.id

Meni Syahdu, Inilah Penampakan Rumah Sakit Bayu Asih Purwakarta Tempo Dulu Tahun 1925 Guys!
Sejarah

Meni Syahdu, Inilah Penampakan Rumah Sakit Bayu Asih Purwakarta Tempo Dulu Tahun 1925 Guys!

Hai Kamu Urang Purwakarta Terbaik!Inilah gambaran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bayu Asih tahun 1925 yang awalnya didirikan tahun 1925 di Jalan Cipaisan (sekarang SMP Negeri 4 Purwakarta) pada akhir masa pemerintahan Bupati Karawang di Purwakarta, Raden Tumenggung Aria Gandanegara dan awal pemerintahan Bupati Karawang di Purwakarta, Raden Adipati Aria Soeriamihardja. Namun tahun 1927 mengalami kebakaran, maka tahun 1930 dibangun kembali dengan dipindahkan lokasinya ke Jalan Raya Purwakarta Utara (Jalan Raya Jenderal Sudirman dan Jalan Raya Veteran Purwakarta) dengan diresmikan tanggal 18 Oktober 1930 oleh Gubernur Jenderal ACD de Graeff, Pastoor Van den Brug, dr. Dake dan dr. Bosman.Cobi, Mangbro & Tehsist punya kenangan apa di RSUD Bayu Asih Purwakarta?Yuk Semangat!Proud to be Urang Purwakarta Sumber Gambar : www.kompasiana.com/ahmad25847

Syahdu Pisan, Tradisi Unik 'Gantungan Barokah' di Simpang Purwakarta. Daerah MangBro dan TehSist Masih Ada Gak?
Sejarah

Syahdu Pisan, Tradisi Unik 'Gantungan Barokah' di Simpang Purwakarta. Daerah MangBro dan TehSist Masih Ada Gak?

Hai Kamu Urang Purwakarta Terbaik!Sebuah tradisi unik dalam merayakan hari besar keagamaan nampak di daerah Simpang, kabupaten Purwakarta yaitu adanya 'Gantungan Berkah'.Gantungan berkah sendiri berisi berbagai macam benda mulai dari hasil bumi, seperti sayuran atau buah-buahan, camilan kue dan minuman hingga perabotan rumah tangga yang digantungkan pada tenda atau panggung acara. Alhasil, panggung atau tendapun jadi ramai berhiaskan berbagai gantungan.Keberadaan Gantung Berkah ini juga merupakan sumbangan sukarela dari warga Pasar Simpang dan warga setempat sebagai wujud gotong royong dalam pelaksanaan acara.Sebetulnya gak cuma perayaan hari besar islam, di sejumlah wilayah daerah pedesaan di Purwakarta seperti Wanayasa, Kiarapedes, Cibatu, Bojong dan Darangdan bahkan gantungan berkah ini ada di acara hajatan baik nikahan ataupun khitanan.Ternyata, di daerah selain Purwakarta juga banyak yang sama seperti kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat bahkan juga di Jawa Timur atau Jawa Tengah. Bikin bangga sama tradisi kita yah!Nah, biasanya moment paling seru adalah ketika acara sudah selesai, itu mah pasti aja di para hadirin yang hadir dipersilakan buat rebutan mengambil berbagai hal yang ngagurawil dihadapanya. Suka jadi parebut rame biasana ibu-ibu mah!Kalo di daerah Mangbro & Tehsist masih ada gak hiasan gantungan berkah kaya gitu?Foto taken by Kang Soni Herdiansyah dengan nama akun Instagram @kangsonih7Yuk Semangat!Proud to be Urang Purwakarta

Tentang

Urang Purwakarta adalah Platform anak muda yang memuat seputar informasi Purwakarta.

Instagram

Keranjang
Keranjangmu Kosong Nih!
Yuk! bantu isi keranjang biar saya senang :)